Senin, 11 Juni 2012



Menemukan Arti Hidup Melalui Dua Belas Hadiah Istimewa



Judul : The Ultimate Gift
Penulis : Jim Stovall
Ilustrator : Elise Peterson
Penerbit : David C. Cook
Tebal : 162 halaman

“Apa yang Anda bersedia lakukan untuk mendapatkan warisan sebesar satu miliar dolar? Jason Stevens akan mencari tahunya…”  adalah satu-satunya synopsis yang disediakan novel ini. Kalimat tersebut membuka berbagai kemungkinan akan tema dari novel ini. Hal pertama yang terlintas dalam benak sebagian orang mungkin adalah petualangan-petualangan berbahaya yang harus ditempuh Jason Stevens dalam usahanya memperoleh harta karun keluarga. Namun perkiraan ini bertolak belakang dari kisah sesungguhnya.
            Jason Stevens adalah cicit keponakan yang angkuh dari Red Stevens, seorang penguasa minyak dan peternakan yang kaya raya di Texas. Ketika Red meninggal, bukannya mewariskan sejumlah harta dan bisnis keluarga terhadap Jason seperti yang dilakukannya terhadap anggota keluarga lainnya, ia malah meninggalkan sejumlah tape recorder beserta dua belas tugas (dua belas hadiah) yang harus diselesaikan Jason dalam dua belas bulan berikutnya demi mendapatkan hadiah tertinggi yang disediakan Red untuk Jason. Untuk memastikan perilaku dan keberhasilan Jason dalam menjalankan tugasnya, mendiang Red Stevens memercayakan pengacara pribadi sekaligus sahabatnya,  Theodore J. Hamilton untuk mengawasi, menilai, sekaligus memberikan hadiah tertinggi terhadap Jason setelah ia berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya. Berhasilkah Jason menjalankan tugasnya? Akankah kesombongannya menggagalkan usahanya? Apakah hadiah tertinggi yang menunggu Jason di akhir tugasnya?
            Jika Anda membayangkan dua belas tugas yang diemban oleh Jason adalah tugas-tugas yang menantang dan berbahaya, maka Anda salah besar. Sebab Red Stevens memberikan tugas-tugas___atau yang ia sebut sebagai hadiah-hadiah___istimewa tentang kehidupan yang bertujuan untuk menyadarkan cicit keponakannya dari sifat sombongnya yang selama ini disebabkan oleh harta yang melimpah. Beberapa dari hadiah tersebut adalah hadiah kerja, hadiah uang. hadiah teman, dan hadiah keluarga. Hadiah ini akan didapatkan oleh Jason di awal bulan dan ia akan menerima tugas dari Red mengenai hadiah yang bersangkutan. Di akhir bulan, Jason berkewajiban untuk melaporkan keberhasilannya dalam menjalankan tugasnya untuk memperoleh hadiah selanjutnya. Hal ini terus berlangsung hingga ia mendapatkan hadiah tertinggi di akhir bulan ke-12.
            Bagi Anda yang mengharapkan plot fantastis dan penuh kejutan, Anda akan sedikit kecewa karena alur ceritanya sangat mudah ditebak. Hal ini dikarenakan tema novel ini yang lebih menekankan pada arti kehidupan di dunia ini dan apa saja yang bisa kita lakukan terhadapnya. Di samping itu, novel ini sepenuhnya dikisahkan dari sudut pandang Theodore J. Hamilton sehingga pembaca hanya akan memperoleh hasil dan garis besar usaha-usaha Jason Stevens dalam memperoleh hadiahnya. Namun sebagian besar  pembaca sangat puas terhadap pelajaran-pelajaran hidup yang disuguhkan dalam novel ini. Di antara pelajaran hidup yang berharga dalam novel ini, salah satunya adalah hadiah keluarga yang diperoleh Jason di bulan ke-enam. Dalam waktu satu bulan, Jason diharuskan menjadi orangtua pengganti bagi anak-anak yatim di panti asuhan yang dikelola oleh paman buyutnya. Hal yang dipelajari Jason bulan itu adalah bahwa menjadi keluarga bukan hanya karena adanya ikatan darah, melainkan karena adanya ikatan cinta di antara anggotanya. Ia menyadari bahwa hubungan keluarga antara dirinya dengan anak-anak tersebut jauh lebih erat daripada dengan hubungannya dengan keluarganya sendiri.
            Banyaknya pelajaran kehidupan yang begitu berarti yang bisa kita temukan di novel ini adalah hasil pemikiran dan pengalaman dari penulisnya, Jim Stovall. Jim saat ini adalah salah satu motivator paling terkenal di Amerika. Ia juga memproduseri channel TV yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang buta dan telah mendapatkan berbagai penghargaan di ajang bergengsi seperti Emmy Award untuk acara-acaranya yang kreatif.
            ‘The Ultimate Gift’ telah mendapatkan predikat sebagai novel Best-Seller dan telah dibuat versi filmnya yang berjudul sama di tahun 2006. Novel ini sangat direkomendasikan bagi para pembaca yang menyukai buku-buku tentang motivasi hidup serta implementasinya terhadap kehidupan nyata.

Rabu, 15 Juni 2011

Georgia Guidestones


The Georgia Guidestones is a large granite monument in Elbert County, Georgia, USA. A message comprising ten guides is inscribed on the structure in eight modern languages, and a shorter message is inscribed at the top of the structure in four ancient languages' scripts: Babylonian, Classical Greek, Sanskrit, and Egyptian hieroglyphs.

The structure is sometimes referred to as an "American Stonehenge." The monument is almost 20 feet (6.1 m) tall if the buried support stones are included, exactly 18 feet (5.5 m) otherwise, and made from six granite slabs weighing more than 240,000 pounds (110,000 kg) in all. One slab stands in the center, with four arranged around it. A capstone lies on top of the five slabs, which are astronomically aligned. An additional stone tablet, which is set in the ground a short distance to the west of the structure, provides some notes on the history and purpose of the Guidestones.

 The stone featuring the English version.

A message consisting of a set of ten guidelines or principles is engraved on the Georgia Guidestones in eight different languages, one language on each face of the four large upright stones. Moving clockwise around the structure from due north, these languages are: English, Spanish, Swahili, Hindi, Hebrew, Arabic, Chinese, and Russian.
1. Maintain humanity under 500,000,000 in perpetual balance with nature.
2. Guide reproduction wisely — improving fitness and diversity.
3. Unite humanity with a living new language.
4 Rule passion — faith — tradition — and all things with tempered reason.
5. Protect people and nations with fair laws and just courts.
6. Let all nations rule internally resolving external disputes in a world court.
7. Avoid petty laws and useless officials.
8. Balance personal rights with social duties.
9. Prize truth — beauty — love — seeking harmony with the infinite.
10. Be not a cancer on the earth — Leave room for nature — Leave room for nature.
The explanatory tablet, immediately west of the edifice.

A few feet to the west of the artifact, an additional granite ledger has been set level with the ground. This tablet identifies the structure and the languages used on it, lists various facts about the size, weight, and astronomical features of the stones, the date it was installed, and the sponsors of the project. It also speaks of a time capsule buried under the tablet, but the positions on the stone reserved for filling in the dates on which the capsule was buried and is to be opened are missing, so it is not clear whether the time capsule was ever put in place. Each side of the tablet is perpendicular to one of the cardinal directions, and is inscribed so that the northern edge is the "top" of the inscription.

The complete text of the explanatory tablet is detailed below. The accompanying image shows the overall layout. The tablet is somewhat inconsistent with respect to punctuation, and also misspells "pseudonym". The original spelling, punctuation, and line breaks in the text have been preserved in the transcription which follows.

At the center of each tablet edge is a small circle, each containing a letter representing the appropriate compass direction (N, S, E, W).

At the top center of the tablet is written:

The Georgia Guidestones
Center cluster erected March 22, 1980

Immediately below this is the outline of a square, inside which is written:

Let these be guidestones to an Age of Reason

Around the edges of the square are written the names of four ancient languages, one per edge. Starting from the top and proceeding clockwise, they are:Babylonian (in cuneiform script), Classical Greek, Sanskrit and Ancient Egyptian (in hieroglyphics).

On the left side of the tablet is the following column of text:

Astronomic Features
1. channel through stone
indicates celestial pole.
2. horizontal slot indicates
annual travel of sun.
3. sunbeam through capstone
marks noontime throughout
the year

Author: R.C. Christian
(a pseudonyn) [sic]

Sponsors: A small group
of Americans who seek
the Age of Reason

Time Capsule
Placed six feet below this spot
On
To Be Opened on

The words appear as shown under the time capsule heading; no dates are engraved.

Sabtu, 04 Juni 2011

RESENSI NOVEL "INKHEART"

 Judul: Inkheart
 Judul Asli: Tintenherz 
 Pengarang: Cornelia Funke
 Genre: Fantasi 
 Penerbit:  Jerman: Cecilie Dressler
                   UK: Chicken House
                   USA: Scholastic
 Tahun terbit: 2003
 Tempat terbit: Jerman dan USA 
 Tebal: 534 halaman






Sinopsis

Seorang penjilid buku bernama Mortimer (Mo) Folchart memiliki kemampuan untuk mengeluarkan makhluk-makhluk atau benda-benda dari buku yang sedang dibacanya. Suatu malam ia membacakan buku berjudaul "Inkheart" pada istrinya, Resa. Tanpa sadar, ia mengeluarkan Capricorn, tokoh antagonis dalam buku itu ke dunia nyata dan memasukkan istrinya dalam buku tersebut. Sembilan tahun kemudian, Meggie, putri Mo yang sudah berusia 12 tahun melihat seseorang memasuki rumahnya. Ia kemudian mendengar pembicaraan antara ayahnya dan orang asing tersebut (yang ternyata bernama Dustfinger) bahwa akan ada bahaya yang mengejar mereka. Keesokan harinya, mereka bersama Dustfinger memulai perjalanan ke Italia untuk 'berkunjung' ke rumah Elinor, bibi Meggie. Curiga dengan tingkah laku ayahnya, Meggie bertanya pada Dustfinger. Ia pun tahu bahwa Capricorn, yang telah berhasil mengumpulkan kekuatan tengah mengincar ayahnya. Ia bertekad memanfaatkan kemapuan Mo untuk membantunya menjadi penguasa di dunia nyata dengan mengeluarkan harta karun dan lebih banyak makhluk-makhluk jahat yang akan dijadikan sebagai pengikutnya. Mampukah Mo dan putrinya menghindar? Siapakah Dustfinger sebenarnya?

Kisah petualangan ini diceritakan dengan mengesankan melalui sudut pandang orang ketiga oleh Funke. Berlattarkan pesona alam Eropa yang indah dengan alur cerita yang mengagumkan membuat novel ini sangat menarik untuk dibaca. Tokoh Capricorn benar-benar memiliki sisi lengkap seorang antagonis; sadis, serakah, egois, dan hal-hal lainnya yang tak terbayangkan. Sementara Mo dan Meggie adalah gambaran dari keluarga yang saling melindungi hingga akhir. Meski sedikit klise dan tipikal, tapi karakter seperti mereka-lah yang menjadi pahlawan dalam setiap kisah. Elinor di sisi lain secara mengejutkan mempunyai peran yang cukup penting dalam cerita ini. Meski terkesan cerewet dan agak jahat di awal cerita, namun ia tetap berpegang teguh pada hal-hal yang dianggapnya benar. Dustfinger menjadi tokoh yang paling menarik. Kepada siapa kesetiaannya berlabuh akan menjadi salah satu hal yang paling dinantikan di akhir cerita. Novel ini memiliki plot yang amat menarik. Sejak Mo, Meggie, dan Dustfinger bertolak ke Italia, alur cerita bergerak maju dengan cepat. Meliputi pelarian Mo, kekejaman Capricorn, hingga tertangkapnya Mo, Meggie, dan Elinor. Satu hal yang tidak terlupakan adalah amanat. Kisah ini mengandung banyak sekali pelajaran. Di antaranya adalah kesetiaan terhadap keluarga dan teman (seperti yang dilakukan oleh Mo dan Meggie), keserakahan Capricorn yang hanya akan berujung pada kebinasaan, pengkhianatan Dustfinger yang menghasilkan penderitaan, serta pengorbanan Meggie yang justru mampu membawa Capricorn pada kehancurannya.

Satu-satunya hal yang sedikit mengganggu saat membaca novel ini adalah setting waktu. Kita tidak akan tahu apakah kisah ini terjadi pada masa lalu atau masa sekarang. Jika bukan karena adanya senapan dan kendaraan bermotor kita akan salah mengira bahwa cerita ini terjadi pada abad yang lalu. Bahkan visualisasi yang sudah terdapat di film pun tidak banyak membantu (novel ini sudah difilmkan pada tahun 2008 dan dibintangi oleh Brendan Fraser). Namun hal ini tidak akan banyak berpengaruh dalam mengurangi keunggulan novel ini.

Meskipun novel ini ber-genre fantasi, namun cerita yang disuguhkan mencakup lebih dari sekedar imajinasi. Kita bisa mendapatkan drama, action, bahkan komedi dalam cerita ini. Inkheart adalah bagian pertama dari Trilogi Inkworld yang diluncurkan oleh Cornelia Funke dan telah mendapat penghargaan melampaui pencapaian filmnya. Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk mencoba membaca novel ini dan menelusuri Inkworld lebih dalam. Siapa tahu Anda akan tertarik untuk mencoba novel kedua (Inkspell) dan novel ketiga (Inkdeath).

Berikut adalah Trailer dari film Inkheart


BIOGRAFI PENGARANG

 Cornelia Funke adalah penulis cerita fiksi anak-anak dari Jerman yang telah memenangkan banyak penghargaan. Ia lahir pada tanggal 10 Desember 1958 di Jerman. Karyanya yang paling terkenal adalah Trilogi Inkworld. Banyak hasil karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Sejauh ini, Funke telah menjual lebih dari 10 juta kopi buku-bukunya di seluruh dunia. Sebelum menjadi seorang penulis, ia sempat kuliah di jurusan pendidikan, dan bekerja sebagai pekerja sosial setelah lulus kuliah. Funke mulai menulis cerita-ceritanya pada '80an-'90an yang bertemakan fantasi berjudul "Ghosthunter" dan "Wild Chicks". Meski ia sangat populer di Jerman dan mendapat julukan sebagai J.K.Rowling-nya Jerman, novel pertamanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris adalah "The Thief Lord" pada tahun 2002. Setelah itu, Funke terus meluncurkan karya-karya terbaiknya, yaitu Dragon Rider pada tahun 2004 (New York Times' Best Seller selama 78 minggu) dan Trilogi Inkworld (Inkheart (2003), Inkspell (2005), dan Inkdeath (2008)).

Jumat, 03 Juni 2011

SONG ABOUT LIFE

WE CRY
by : The Script

Together we cry…
Together we cry…

Jenny was a poor girl
Living in a rich world
Named her baby Hope when she was just 14
She was hoping for a better world
For this little girl
But the apple doesn’t fall too far from the tree

Well she gets that call
Hope’s too far gone
Her baby’s on the way
But nothing left inside
Together we cry!

What about the junk head
Could have gone the whole way
Lighting up the stage trying to get a deal
Now he’s lighting up the wrong way
“Something for the pain!”
Man you wanna see this kid he was so fuckin’ unreal
When he gets that call
He’s too far gone
To get it together to sing one song
They won’t hear tonight
The words of a lullaby

Together we cry…
Yeah, yeah, yeah
Together we cry…
Whoah oh whoah oh whoah
Together we cry…
Oh we cry we cry we cry
Together we cry…
Oh we cry we cry
Whoah oh whoah oh whoah

Oh…Mary’s ambitious
She wanna to be a politician
She been dreaming about it since she was a girl
She thought that she’d be the one to change the world
Always trying to pave the way for women in a…man’s world
But life happened, house, kids, 2 cars, husband hits the jar, cheques that don’t go very far now
Now she in it - can’t change it, she keeps her mind on her wages
The only rattling cages!

Together we cry…
Together we cry…

There comes a time when every bird has to fly
At some point every rose has to die
It’s hard to let your children go
Leave home
Where they go?
Who knows!
Getting drunk
Getting stoned
All alone
Teach a man to fish
You’ll feed him never lie
You show your kids the truth
Hope they never lie
Instead of reading in a letter that they’ve gone to something better
“Bet your sorry now! I won’t be coming home tonight”

I’m sick of looking for those heroes in the sky
To teach us how to fly
Together we cry!

Together we cry…
Together we cry…


THE STORY :


Melihat judulnya saja kita mungkin sudah bisa menebak bahwa lagu ini memiliki pesan sosial. Benar atau tidak, lirik lagu ini memang bercerita tentang kehidupan dari orang-orang yang sering kita jumpai. Memang agak aneh melihat bahwa lirik di atas nampak seperti cerita, tapi justru di situ-lah keunikannya. Lagu ini berisi tiga kisah tentang "Jenny" yang miskin dan hamil muda, "John", seorang artis yang menjadi pecandu, dan "Mary", sang politisi wannabe yang berakhir menjadi ibu rumah tangga biasa. Namun lagu ini bukan tentang orang-orang yang menyerah terhadap mimpi mereka. Mereka hanya tidak mampu untuk mewujudkan mimpi karena terhalang oleh tanggung jawab yang lebih penting dan situasi lingkungan di sekitar mereka. "Jenny" contohnya, menginginkan anaknya untuk menjalani hidup yang lebih baik darinya. Tapi hal tersebut jauh dari kemungkinan karena kondisi yang tidak mendukung; seorang anak yang dilahirkan oleh ibunya yang masih berusia 14 tahun tidak akan memiliki kehidupan yang baik. Pada akhirnya, anaknya berakhir di jalan yang sama dengannya. "John" di sisi lain berada di puncak kariernya sebagai artis. Namun setelah menemui beberapa kegagalan ia akhirnya berpaling pada 'obat-obatan', yang tanpa sadar telah menghalanginya dari kesempatan-kesempatan yang sebenarnya yang sudah ada di depannya. "Mary", ia selalu ingin mengubah dunia dan masih ingin melakukannya. Tapi keluarga yang ia miliki dirasa lebih penting dari mimpinya untuk menjadi seorang politisi, sehingga ia memilih untuk mengurus suami dan anak-anaknya. Dari hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa bukan keinginan mereka untuk melepas mimpi. Tapi kondisi memang tidak memungkinkan untuk menggapai mimpi mereka. Ini juga membantu kita untuk menjadi realistis. Bahwa hal-hal yang kita rencanakan tidak selalu berjalan sesuai keinginan. "Together we cry ....". Dalam situasi seperti ini, kita bukannya dimaksudkan untuk pasrah dalam menghadapi kondisi kita. Melainkan kita hendaknya meraih mimpi kita sendiri dengan baik agar tidak menjadi salah satu dari mereka.

THE ORIGIN :

Usut punya usut, ternyata inspirasi lagu ini datang dari vokalis band The Script, Danny O'Donoghue yang kehilangan ayahnya lima bulan setelah ibu dari personel lainnya meninggal dunia. Mereka mengatakan bahwa kesedihan yang mendalam akan dapat teratasi jika berkumpul bersama teman dan keluarga, sehingga terciptalah "We Cry". Tidak tanggung-tanggung, single ini mereka jadikan sebagai single pertama mereka muncul dalm dunia musik. Meski kalah populer dengan hit ke-dua mereka sendiri, "The Man Who Can't Be Moved", namun "We Cry" cukup menjanjikan sehingga membuat mereka dikenal sampai sekarang'